Putusan MK: Pencalonan Parpol atau Gabungan Parpol Bisa Mendaftarkan Paslon tanpa Memperhatikan Perolehan Jumlah Kursi atau Akumulasi Suara Sah

Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 60/PUU-XXII/2024 menyatakan pasal 40 ayat (1) UU 10/206 tentang Pilkada tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai sebagaimana makna yang diberikan MK. Pasal 40 ayat (1) ini memuat syarat pendaftaran pasangan kepala daerah lewat parpol di mana partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu legislatif di daerah yang bersangkutan.

MK lewat putusannya tersebut kemudian memberi tafsir baru terhadap Pasal 40 (ayat 1) tersebut dengan menyatakan bahwa partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika tekah memenuhi persyaratan : a). untuk mengusulkan calon gubernur dan wakil gubernur provinsi yang jumlah penduduknya yang termuat dalam Daftar pemilih Tetap (DPT) sampai dengan 2.000.000 (dua juta) parpol atau gabungan parpol harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut. Begitu juga jika pada provinsi tersebut jumlah penduduknya yang termuat dalam DPT lebih dari 6.000.000 sampai dengan 12.000.000 jiwa parpol atau gabungan parpol harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut. Provinsi dengan jumlah penduduk yang terdaftar dalam DPT lebih dari 12 .000.000 jiwa, parpol atau gabungan parpol peserta pemilu harus memperoleh suara sah 6,5% di provinsi tersebut.

b) untuk mengusulkan calon bupati, wakil bupati, Walikota atau wakil Walikota kabupaten dengan jumlah penduduk yang termuat dalam DPT 250.000 jiwa, parpol atau gabungan parpol peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut. Bagi kabupaten kota dengan jumlah penduduk yang termuat dalam DPT 250.000 sampai dengan 500.000 jiwa, parpol atau gabungan parpol peserta pemilu harus memperoleh suara sah 8,5% di kabupaten/kota tersebut.

Putusan MK itu telah mengubah basis persyaratan yang harus dipenuhi oleh parpol atau gabungan parpol dalam mendaftarkan paslon kepala daerah dari perolehan kursi atau akumulasi perolehan suara sah menjadi hanya perolehan suara sah dengan menetapkan besaran persentasenya. Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan perubahan basis syarat pencalonan untuk keadilan dan kesetaraan dengan syarat pencalonan bagi bakal calon perseorangan. Perbedaannya, jika bakal calon perseorangan basisnya adalah jumlah penduduk dalam DPT, maka untuk jalur parpol basisnya adalah perolehan suara sah yang menyesuaikan dengan jumlah penduduk dalam DPT di provinsi atau kabupaten/kota.

Mengingat sifat putusan ini final dan mengikat serta berlaku seketika setelah dibacakan, maka partai politik bisa menjadikan putusan MK tersebut sebagai dasar bagi mereka untuk mengajukan paslon tanpa harus tersandera oleh kepentingan yang berasal dari luar partai.

Tentu saja putusan ini perlu disambut gembira dan MK layak diberikan apresiasi, karena putusan ini keluar ditengah-tengah semakin menguatnya politik kartel dalam pencalonan kepala daerah. Rakyat yang akhir-akhir ini jengah dengan perilaku elite-elite parpol dan nyaris kehilangan kepercayaan pada proses demokratisasi, kembali mendapatkan ruang segar. Ini pertanda baik bagi masa depan demokrasi kita setidaknya diperlihatkan dalam pilkada nanti.

Dalam beberapa waktu terakhir ini, suara rakyat dipunggungi oleh elite-elite parpol. Mereka membajaknya demi kepentingan politik sekelompok elite dengan menunggangi prosedur demokrasi yang mereka ciptakan sendiri. Karena itulah putusan MK ini harus dibaca sebagai pendobrak keangkuhan elite parpol dan kartel-kartelnya yang terbukti tidak memiliki kepedulian dan tanggung jawab akan demokrasi Indonesia yang sehat.

Itulah sebabnya diharapkan dengan putusan MK bisa menjadikan para elite parpol kembali kejati dirinya, berdaulat dalam mengambil keputusan-keputusan dengan menjadikan suara rakyat sebagai basis pertimbangannya. Praktik politik dagang sapi dalam pencalonan kepala daerah, dengan putusan ini semestinya tidak lagi dilakukan. Sebab parpol atau gabungan parpol sudah mendapat keleluasaan dalam mengajukan kader-kader terbaiknya menjadi calon kepala daerah.

Jakarta, 20 Agustus 2024

Kholil Pasaribu
Ketua CONSID